Selasa, 27 Mei 2025

Demokrasi Indonesia: Antara Idealitas dan Realitas

 DEMOKRASI


This may contain: a man standing in front of a crowd holding signs and pointing to the sky with his hands


Pengertian & Sejarah Demokrasi

Demokrasi, secara etimologi, diambil dari dua istilah dalam bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti masyarakat atau penduduk di suatu wilayah, dan cratein atau kratos yang merujuk pada kekuasaan atau otoritas. 
Penggabungan keduanya menghasilkan demos-cratos atau demos-cratein, yang secara langsung dapat diartikan sebagai kekuasaan yang dimiliki oleh rakyat. 
Dengan begitu, demokrasi dapat dijelaskan sebagai sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat, dikelola oleh rakyat, dan untuk kepentingan rakyat (Ubaedillah, 2008: 36). Dalam bahasa Inggris, ini sering diungkapkan dengan istilah the government of the people, by the people, and for the people. 
Dalam  hal ini, rakyat memiliki otoritas tertinggi dalam sistem pemerintahan demokratis. Ada dua jenis utama demokrasi, yaitu demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung. Demokrasi langsung (direct democracy) adalah bentuk di mana rakyat terlibat langsung dalam pengambilan keputusan, seperti yang berlangsung dalam pemilu atau musyawarah masyarakat. Di sisi lain, dalam demokrasi tidak langsung, rakyat memilih wakil untuk mewakili mereka dan mengambil keputusan atas nama mereka di badan legislatif.

Berbagai pemikir telah memberikan pandangan mengenai demokrasi. Abraham Lincoln menyatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Charles Costello menambahkan bahwa demokrasi merupakan sistem sosial dan politik di mana kekuasaan dibatasi oleh hukum dan tradisi untuk melindungi hak individu. 
Sementara itu, Ahmad Syafi’i Maarif berpendapat bahwa demokrasi bukanlah sesuatu yang dapat dibangun dengan cepat, tetapi adalah proses bertahap yang melibatkan peran masyarakat dan negara dalam menciptakan budaya kehidupan yang adil dan makmur, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik (Ubaedillah, 2008: 12). Tanpa adanya budaya demokrasi yang kuat, proses peralihan menuju demokrasi sangat rentan terhadap berbagai bentuk penyimpangan, seperti politik uang, kekerasan, atau penggunaan isu-isu primordial dalam politik. 

Secara historis, demokrasi berakar dari peradaban Yunani kuno, khususnya di Athena pada abad ke-5 SM, dimana pria dewasa yang bersifat warga negara dapat terlibat aktif dalam pemerintahan. Namun, sistem ini bersifat tertutup karena tidak menyertakan perempuan, budak, dan mereka yang bukan warga negara. Konsep demokrasi itu sendiri berkembang seiring dengan pemikiran para filsuf seperti Aristoteles dan semakin dikuatkan pada masa Pencerahan di Eropa. Dua peristiwa yang sangat penting dalam sejarah demokrasi modern adalah Revolusi Amerika pada tahun 1776 dan Revolusi Prancis pada tahun 1789, yang memperkenalkan gagasan tentang kebebasan, kesetaraan, dan kekuasaan rakyat sebagai reaksi terhadap sistem monarki absolut.

Perkembangan demokrasi semakin maju pada abad ke-19 dan 20, terlihat dari munculnya sistem representatif, perluasan hak suara, dan terbentuknya institusi seperti parlemen. Demokrasi kini dipahami sebagai sistem pemerintahan yang menjamin partisipasi masyarakat melalui pemilihan umum yang adil, perlindungan bagi kelompok minoritas, serta kebebasan individu. Meski demikian, demokrasi terus menghadapi berbagai tantangan, seperti dominasi oleh elit, konflik ideologis, serta masalah lingkungan yang melahirkan istilah baru seperti ecocracy atau kedaulatan lingkungan.

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, banyak negara yang baru merdeka mulai menerapkan sistem demokrasi, meskipun tingkat keberhasilannya bervariasi. Di Indonesia, perjalanan demokrasi telah melalui beberapa tahap: demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila di masa Orde Baru, dan demokrasi pasca reformasi setelah tahun 1998. Setiap fase memiliki tantangan dan dinamika sendiri, tetapi secara keseluruhan, demokrasi tetap dianggap sebagai sistem pemerintahan yang ideal karena mendukung kebebasan, keadilan, dan partisipasi masyarakat. Namun, demokrasi perlu didukung oleh kesadaran politik, budaya demokratis, dan tanggung jawab kolektif agar tidak terdegradasi oleh praktik-praktik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasarnya. 

Nasution, A. R. (2016). Urgensi pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan karakter bangsa Indonesia melalui demokrasi, HAM dan masyarakat madani. Jurnal Pendidikan Ilmu- Ilmu Sosial, 8(2), 201–212. 
Supardan, D. (2015). Sejarah dan prospek demokrasi. Sosio Didaktika: Social Science Education Journal, 2(2), 125–135.  https://doi.org/10.15408/sd.v2i2.2811 


Prinsip – Prinsip Demokrasi

Bagi suatu bangsa yang menganut sistem demokrasi, terdapat beberapa asas yang seharusnya diterapkan secara efektif sesuai dengan gagasan dasar-dasar demokrasi. Asas-asas tersebut bisa dijadikan panduan atau referensi dalam pelaksanaannya di kehidupan sehari-hari. Ini sejalan dengan pemikiran yang diungkapkan oleh Sukarna (1979: 40-42) yang diuraikan berikut:

  • Pembagian kekuasaan: kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif berada pada badan yang berbeda. 
  • Pemerintahan Konstitusional; 
  • Pemerintahan berdasarkan hukum: Hukum yang tertinggi, persamaan dimuka hukum, dan persamaan sosial; 
  • Pemerintahan mayoritas; 
  • Pemerintahan dengan diskusi; 
  • Pemilihan umum yang bebas; 
  • Partai politik lebih dari satu dan menjalankan fungsinya; 
  • Manajemen terbuka: ikut sertanya rakyat dalam pemerintahan, pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat, dukungan rakyat terhadap pemerintah, pengawasan rakyat terhadap pemerintah;
  • Pers yang bebas;
  • Pengakuan terhadap hak-hak minoritas; 
  • Perlindungan terhadap hakhak azasi manusia; 
  • Peradilan yang bebas dan tidak memihak; 
  • Pengawasan terhadap administrasi negara; 
  • Mekanisme politik yang berubah antara kehidupan politik masyarakat dan kehidupan politik pemerintah; 
  • Kebijaksanaan negara dibuat oleh badan perwakilan politik tanpa paksaan dari badan lain;
  • Penempatan pejabat-pejabat dalam pemerntahan dengan merit system bukan spoil system;
  • Penyelesaian perpecahan secara damai atau secara kompromi; 
  • Jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu, seperti: kebebasan berbicara, kebebasan beragama, kebebasan dari rasa takut, dan kebebasan dari pada kebutuhan; 
  • Konstitusi /Undang-undang Dasar yang Demokratis; 
  • Persetujuan.  
Kedua puluh prinsip ini seharusnya saling terkait dengan baik untuk membentuk citra demokrasi yang ideal. Dengan penerapan prinsip-prinsip demokrasi berdasarkan panduan yang telah disebutkan, akan tercipta suatu sistem pemerintahan yang menjamin serta mengutamakan kepentingan masyarakat dalam setiap kebijakan yang diambil. 
Dedi, A. (2021). Implementasi prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia. Jurnal Moderat, 7(1), 1– 9. https://ojs.unigal.ac.id/index.php/modrat

Tujuan dan Peran Demokrasi

Di balik istilah “demokrasi” yang sering kita dengar, sebenarnya ada satu tujuan utama yang menjadi landasan utamanya: mewujudkan kedaulatan rakyat. "Democracy is the government of the people, by the people, for the people." — Abraham Lincoln. Artinya, kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara seharusnya berada di tangan rakyat. Rakyat bukan sekadar penonton, melainkan aktor utama dalam menentukan arah dan kebijakan negara. Namun dalam prosesnya seringkali kita menjumpai bahwa suara rakyat lebih sering terdengar saat kampanye daripada setelahnya. Rasanya kutipan Abraham Lincoln mengenai demokrasi kurang realistis di negeri konoha, karena pada praktiknya of the elite, by the elite, for the elite terasa lebih realistis. Berikut ini tujuan dan peran demokrasi yang diharapkan dapat terwujud dengan sebenar-benarnya.

1. Mendorong Partisipasi Politik Secara teori, demokrasi mendorong warga untuk aktif menyuarakan pendapat, memilih pemimpin, dan terlibat dalam proses politik. Namun, realitanya, partisipasi kadang dijadikan sekadar formalitas lima tahunan. Di luar itu, aspirasi publik kerap terjebak dalam tumpukan laporan yang tak dibaca. 
2. Menjaga Hak-Hak Dasar Warga Negara Demokrasi menjamin kebebasan berpendapat. Tapi di beberapa tempat, menyuarakan kebenaran bisa berujung panggilan polisi. Kebebasan bicara itu ada, asal tidak terlalu keras dan tidak mengganggu kenyamanan pihak berwenang. Yang berbeda pendapat malah dicap “tidak nasionalis”, padahal cinta negara tak harus satu suara. "Freedom is not worth having if it does not include the freedom to make mistakes." — Mahatma Gandhi.  
3. Mencegah Penyalahgunaan Kekuasaan Dalam negara demokratis, kekuasaan tidak boleh terkonsentrasi pada satu tangan. Ada sistem pembagian kekuasaan—antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif—yang saling mengawasi dan menyeimbangkan. Pemisahan kekuasaan berjalan, tapi kadang hanya di buku pendidikan kewarganegaraan. Ini penting agar tak ada satu pihak yang bisa bertindak semaunya tanpa kontrol. Namun kadang, lembaga-lembaga pengawas justru sibuk menjaga citra, bukan kebenaran. Demokrasi tanpa transparansi hanya menyisakan ilusi kendali. 
4. Mewujudkan Keadilan dan Kesetaraan "Injustice anywhere is a threat to justice everywhere."— Martin Luther King Jr. Demokrasi juga berperan dalam menciptakan masyarakat yang adil dan setara. Dalam demokrasi yang sehat, semua orang memiliki kesempatan yang sama, tak peduli latar belakang ekonomi, suku, agama, atau jenis kelamin. Kesetaraan ini menjadi fondasi penting untuk menciptakan kehidupan bersama yang harmonis. Namun kesetaraan di atas kertas tak cukup jika di lapangan masih ada kasta tak resmi dalam pelayanan publik. Semua warga negara seharusnya mendapat perlakuan yang adil dan setara. Namun realitas menunjukkan bahwa akses ke keadilan sering kali bergantung pada siapa yang kita kenal atau seberapa dalam isi dompet. Demokrasi tanpa keadilan hanya jadi label kosong.
5. Meningkatkan Kesadaran dan Pendidikan Politik Demokrasi mendidik kita untuk menjadi warga negara yang sadar—bukan hanya tahu hak haknya, tapi juga tanggung jawabnya. Dengan memahami sistem dan proses politik, kita bisa lebih kritis terhadap kebijakan, lebih aktif mengawasi pemerintah, dan tidak mudah dimanipulasi. Tapi bagaimana bisa kritis, jika pendidikan politik hanya diberikan menjelang pemilu? Dan bagaimana bisa melek politik, jika suara rasional sering dikalahkan oleh politik identitas dan pencitraan? Maka dari itu kunci dari demokrasi yang sehat adalah warga negara yang sadar politik.
6. Menjaga Stabilitas Sosial dan Politik Ketika semua suara bisa didengar dan disalurkan secara damai, potensi konflik bisa ditekan. “Dalam demokrasi yang sehat, keberadaan oposisi bukanlah ancaman, melainkan bagian penting yang menjaga agar kekuasaan tidak absolut dan pemerintahan tetap transparan serta akuntabel.” —Anies Baswedan. Demokrasi memberi kita saluran untuk berbicara, berdiskusi, bahkan berbeda pendapat—tanpa harus saling bermusuhan. Namun demokrasi yang seharusnya memberi ruang pada perbedaan justru sering dijadikan bahan propaganda untuk menciptakan polarisasi. Seolah-olah, berbeda pilihan politik adalah alasan cukup untuk memutus pertemanan.  

Penerapan Demokrasi di Indonesia 

Demokrasi di Indonesia memang sudah berjalan sejak lama, tapi penerapannya seringkali jadi bahan perbincangan. Ada semangat tinggi untuk mewujudkan sistem yang adil dan bebas, tapi tak jarang kenyataan di lapangan mengundang tawa getir sekaligus renungan serius.

1. Pemilu yang Bebas dan Adil Pemilihan umum adalah pilar utama demokrasi di Indonesia. "Elections belong to the people. It's their decision." — Abraham Lincoln. Melalui pemilu, rakyat diberikan kesempatan memilih pemimpin yang dipercaya untuk menjalankan pemerintahan. Pemilu langsung dan periodik menjadi bentuk nyata kedaulatan rakyat. Namun, realitasnya kadang pemilu terasa seperti lomba pencitraan dan politik uang, bukan soal visi dan misi. Meski begitu, semangat memilih tetap menjadi ritual penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 
2. Kebebasan berpendapat dan kebebasan pers menjadi fondasi kuat dalam demokrasi Indonesia. Media dan masyarakat memiliki ruang untuk menyuarakan pendapat dan kritik secara terbuka. Indonesia mengakui kebebasan pers dan berpendapat, tapi dalam praktiknya, suara-suara kritis terkadang dianggap “berisik” dan harus “ditenangkan” dengan berbagai cara. Jurnalis dan aktivis seringkali berhadapan dengan tekanan dan sensor terselubung yang membuat demokrasi terasa seperti panggung sandiwara. Masyarakat harus terus memperjuangkan ruang kebebasan yang sehat dan konstruktif.
3. Desentralisasi dan Otonomi Daerah Indonesia menerapkan otonomi daerah sebagai bentuk nyata demokrasi yang membawa pemerintahan lebih dekat ke rakyat. Pemerintah daerah diberi ruang untuk mengelola urusan lokal sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat. "Untuk membangun negara yang demokratis, satu ekonomi yang merdeka harus dibangun." — Soekarno. Desentralisasi ini diharapkan memperkuat partisipasi rakyat dan mempercepat pembangunan daerah. Namun, cukup sering kita menjumpai otonomi justru menjadi celah bagi korupsi dan nepotisme. Kita berharap otonomi bisa jadi alat pemberdayaan, bukan justru menambah jurang ketimpangan. 
4. Partisipasi Masyarakat Sipil Masyarakat sipil berperan sebagai pengawas dan pengawal demokrasi. Mereka membantu memastikan pemerintah tetap transparan dan akuntabel serta mewakili aspirasi rakyat yang sering kali sulit tersalurkan melalui jalur resmi. Peran aktif masyarakat sipil memperkuat demokrasi agar tidak menjadi monopoli kekuasaan semata. "Para pemimpin politik tidak boleh lupa mereka berasal dari rakyat." — Soekarno. Namun seringkali kita temui para pemimpin yang lupa akan hal itu dan menganggap partisipasi rakyat sebegai hiasan demokrasi, bukan kekuatan nyata. 

Tantangan Demokrasi di Indonesia

Demokrasi di Indonesia memang terus berkembang, tapi jalannya tidak selalu mulus. Berbagai tantangan muncul, kadang membuat kita bertanya-tanya apakah demokrasi yang kita banggakan sudah berjalan sesuai harapan atau justru hanya menjadi formalitas semata. 

1. Politik Uang dan Korupsi Salah satu tantangan terbesar adalah praktik politik uang yang masih marak. Di beberapa daerah, pemilu terasa seperti pasar, di mana suara dibeli dengan harga tertentu. Korupsi pun menjadi kanker yang merusak kepercayaan rakyat terhadap demokrasi. Saya nyatakan di sini bahwa korupsi merupakan musuh terbesar demokrasi. Dan terkadang musuh ini memakai jas demokrasi dan berdasi legislatif. 
2. Polarisasi dan Konflik Politik Demokrasi memberi ruang pada perbedaan, tapi perbedaan itu kadang berubah jadi jurang pemisah yang dalam. Polarisasi politik yang tajam bisa memecah masyarakat, bahkan sampai mengancam persatuan dan stabilitas. Padahal demokrasi itu tentang bagaimana kita dapat hidup berdampingan meski berbeda, namun seringkali hidup berdampingan terasa mustahil ketika perbedaan terasa tajam. 
3. Pendidikan Politik yang Masih Kurang "Democracy cannot succeed unless those who express their choice are prepared to choose wisely." — Franklin D. Roosevelt. Pemahaman masyarakat terhadap demokrasi dan politik masih terbatas. Pendidikan politik sering kali hanya muncul saat pemilu, dan tidak berkelanjutan. Akibatnya, banyak warga yang mudah terombang-ambing oleh informasi yang salah dan janji kosong. 
 4. Kebebasan Berpendapat yang Terbatas Kebebasan berpendapat memang dijamin, tapi di beberapa kasus, kritik yang tajam bisa berujung pada intimidasi, bahkan kriminalisasi. Ini membuat masyarakat menjadi takut untuk menyuarakan pendapatnya secara bebas. Kebebasan adalah hak, bukan hadiah yang untuk mendapatkannya kita perlu memohon dan berteriak.
5. Peran Media dan Disinformasi Media memiliki peran penting dalam demokrasi, tapi maraknya disinformasi dan berita palsu (hoaks) justru memperkeruh suasana. Media sosial yang seharusnya jadi ruang dialog malah jadi medan pertempuran opini yang sering tak berujung. 
6. Tantangan Oposisi dan Kontrol Pemerintahan "Keberadaan oposisi bukan ancaman, melainkan bagian penting demokrasi." — Anies Baswedan. Oposisi sebagai pengawas pemerintah sering menghadapi hambatan. Dari tekanan politik hingga stigma negatif, keberadaan oposisi tidak selalu diterima dengan lapang dada. Oposisi sering terasa seperti pemain di pinggir lapangan yang suaranya tak terdengar. Padahal, oposisi yang kuat adalah penyeimbang yang membuat demokrasi tetap sehat.

SUMBER: Dikutip dari berbagai arsip pidato dan tulisan Lincoln, terutama yang dikutip dalam "The Words Lincoln Lived By". 
Pidato Franklin D. Roosevelt, 1938, dikutip dalam The Public Papers and Addresses of Franklin D. Roosevelt. 
Adaptasi dari kutipan Mandela, “I have cherished the ideal of a democratic and free society...” – Nelson Mandela, 1964 Rivonia Trial Speech.
Dikutip dari pidato-pidato Soekarno tentang ekonomi dan demokrasi, khususnya dalam Indonesia Menggugat dan pidato kemerdekaan awal.
Gagasan umum dari ajaran-ajaran Bung Karno yang banyak dimuat dalam Di Bawah Bendera Revolusi.
Pernyataan Anies Baswedan dalam berbagai wawancara dan pidato, terutama saat Pilpres dan pasca pemilu 2019–2024 (ditemui dalam media seperti Kompas, Tempo, Narasi.tv). 

https://www.liputan6.com/feeds/read/5904364/tujuan-dari-demokrasi-memahami-esensi-dan-manfaatnya-bagi-masyarakat?page=3
https://guruppkn.com/manfaat-kehidupan-demokrasi-dalam-kehidupan-bermasyarakat







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Demokrasi Indonesia: Antara Idealitas dan Realitas

  DEMOKRASI Pengertian & Sejarah Demokrasi Demokrasi, secara etimologi, diambil dari dua istilah dalam bahasa Yunani, yaitu demos yang ...